Created on
Jumat, 11 Juli 2025
Category
Kisah Sukses,Abah Aan,Petani,Warung,Disabilitas,Hidrosefalus,Bandung
Author
Sajiwa Foundation
76 Tahun Merawat Cucu Hidrosefalus: Kisah Abah Aan dan Cucunya Deden
Tidak semua orang tua mau menerima anaknya. Dan tidak semua kakek sanggup menggantikan peran itu… Tapi Abah Aan berbeda.
Kini usianya telah 76 tahun. Tubuhnya sudah bongkok, pendengarannya mulai menurun, namun hatinya masih sekuat baja—karena selama 20 tahun terakhir, Abah Aan memilih untuk merawat cucunya, Deden, yang sejak bayi ditinggalkan oleh kedua orang tuanya.
“Deden lahir dengan kepala besar dari usia 4 bulan,” ucap Abah lirih.
“Bapaknya nggak mau terima keadaannya, langsung menceraikan ibunya.
Saya kira ibunya akan rawat anaknya… tapi malah ditinggal juga.”
Deden mengidap hidrosefalus. Tanpa pengobatan sejak kecil, kondisi itu membuat saraf otaknya terganggu dan seluruh tubuhnya lumpuh. Ia hanya bisa berbaring di tempat tidur.
Seluruh hidup Deden kini bergantung pada Abah Aan. Dari memandikan, menyuapi makan, membersihkan tubuh, bahkan menggendongnya saat harus berpindah tempat—semua dilakukan Abah Aan dengan kasih yang tanpa pamrih.
Sambil merawat cucunya, Abah pun harus bekerja. Pekerjaan utamanya sebagai buruh tani dibayar per musim panen: 800 ribu untuk lima bulan kerja. Artinya, setiap hari Abah dan Deden bertahan hidup dengan tak lebih dari lima ribu rupiah.
“Seringnya, kami tahan lapar daripada makan…”
Abah menghela napas panjang.
“Tapi selama saya masih bisa jalan, saya rawat Deden.”
Gubuk kayu yang mereka tinggali pun jauh dari kata layak. Lantai kayunya bolong-bolong, atap bocor, udara masuk dari segala penjuru, dan tikus sering berkeliaran. Meski begitu, mereka tetap bertahan—karena tak punya pilihan lain.
Namun, perubahan mulai datang.
Berkat bantuan dari #TemanKebaikan, kini Abah Aan tak lagi sendiri.
Warung kecil telah dibangun di depan rumahnya, lengkap dengan isi dagangan. Lahan yang sebelumnya digadaikan kini bisa dikelola kembali oleh Abah berkat modal yang diberikan. Dapur dan kamar mandi di rumahnya pun sudah direnovasi agar lebih layak.
Kini, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Abah Aan bisa menjalani hari dengan lebih tenang. Tak harus selalu pergi bertani. Tak harus meninggalkan Deden sendirian terlalu lama.
Dan Deden—meski tak mampu bicara atau bergerak—masih bisa tersenyum. Masih bisa merasakan cinta yang tulus. Dari satu-satunya orang yang tak pernah meninggalkannya.
Terima kasih untukmu, #TemanKebaikan. Karena kamu, semangat hidup Abah Aan dan Deden tetap menyala. Kamu #BeneranBerdampak 💛